“Lang…”
“Alang…” Mak berteriak.
Satu panggilan tak akan cukup untuk membangunkan Alang. Selalu
seperti itu setiap pagi. Mak
selalu membangunkan Alang setiap hari di jam yang sama. Tak peduli walau hari itu mendung atau
cerah. Mak nyaris tidak pernah bangun kesiangan.
Setiap
pagi selalu misteri. Misteri pertama, jika Mak berteriak, Alang akan menjawab bahwa dia sudah bangun.
Lalu Alang memejamkan mata
sebentar dan ternyata sudah
sepeluh menit. Misteri kedua, justru saat hari libur, Alang
malah terbangun lebih cepat. Kenapa liburan jadi membosankan ya? Harusnya hari
ini kan menyenangkan, gerutu Alang.
“Alang,” terdengar suara teriakan lagi.
“Alang,” terdengar suara teriakan lagi.
Alang
kanget. Kali ini bukan Mak yang berteriak tapi Kak
Lintang.
Kak Lintang galak. Jika Kak Lintang sudah berteriak dan
Alang belum bangun juga, Kak Lintang akan terus memanggil Alang dari depan
pintu kamarnya.
“Iya, Kak,” sahut Alang. Kantuk Alang sudah hilang.
Alang langsung bangun, melipat selimut dan merapikan seprai tempat tidurnya.
Jika Kak Lintang melihat kamar Alang berantakan, Kak Lintang akan terus
menaseheti Alang sampai kupingnya panas. Panjang sekali
nasehatnya. Mungkin sampai berlembar-lembar halaman buku. Kak Lintang, menurut Alang,
seperti ratu sihir jahat yang tidak suka melihat Alang
senang. Alang bangun lama, Kak Lintang marah. Alang memberantakkan kamarnya,
Kak Lintang marah. Alang pulang bermain kelamaan, Kak Lintang marah. Hobi Kak
Lintang mungkin memang marah-marah.
“Kakak teriak mulu. Kakak sudah mandi belum?” protes
Alang.
“Sudah,” jawab Kak Lintang dan mencium ketiaknya. “Sudah
wangi tu.”
Alang bersungut. Alang mencium ketiaknya juga, “Wangi juga,
kok,” jawab Alang.
Alang juga meletakkan tangannya di depan mulutnya dan
menghempaskan udara, “Hah,” suara yang keluar. Alang lalu meletakkan tangannya
di dekat hidung tapi hidung Alang langsung mengerucut .
“Jangan lupa gosok gigi. Napas naga jangan dipeliraha.”
“Yalah, Kak,” sahut Alang buru-buru ke kamar mandi.
Kenapa
pula hari libur harus bangun pagi dan mandi?
Lihat,
kan, setelah sarapan pagi, Alang sudah tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Biasanya, dia akan langsung pergi ke sekolah. Tapi saat liburan seperti ini, terus-terusan
bermain juga membosankan.
“Bosan! Coba kalau ada Iqbal disini,” celoteh
Alang menatap aquarium di depannya.
Aquarium
itu tidak berisi ikan, tapi siput. Tak
jauh dari sekolah Yuda, ada seorang pedagang siput. Setiap hari Yuda
menyisihkan uang jajan sekolahnya untuk membeli siput tersebut
lalu menghias aquariumnya dengan batu-batu kecil. Ada siput yang berwarna merah, kuning dan biru, ada juga yang
berwarna putih berbintik hijau dan aneka warna lainnya.
“Coba
tebak berapa lama siput bisa tidur?” tanya Kak Lintang dulu saat Alang pertama
kali membawa siput pulang.
“Satu
hari. Saat malam,” jawab Alang.
Kak
Lintang menggeleng, “Siput bisa tidur selama bertahun-tahun. Hidup siput
bergantung pada kelembapan lingkungannya. Kalau tempat mereka tinggal terlalu
kering atau terlalu panas, Mereka berhibernasi. Tidur panjang.”
“Bertahun-tahun
itu tidur yang terlalu panjang, Kak,” jawab Alang asal.
Dia
mengamati siputnya. Memang ada siput yang tertidur, tapi paling juga siputnya
hanya kesiangan bangun.
“Baca
saja buku tentang siput kalau tak percaya,” jawab Kak Lintang kesal. “Ada di
rak buku itu. Yang bersampul biru.”
Alang
langsung mencari buku yang dimaksud Kak Lintang. Pasti asyik kalau bisa
membuktikan Kak Lintang salah. Tapi, Kak Lintang benar. Siput juga berhibernasi
seperti beruang. Ada beberapa spesies siput yang berhibernasi. Tidur panjang bertahun-tahun.
Siput juga tidak suka matahari. Mereka lebih suka bangun pada malam hari. Buku
itu juga membahas pentingnya lender siput.
Setelah
membaca buku itu, Alang selalu memastikan aquariumnya lembab agar siputnya
tetap sehat. Yuda juga meletakkkan semangkuk air, kalau-kalau siputnya haus atau kalau dia ingin mandi.
“Pasti
asyik jika bisa menunjukkan siput-siput ini pada Iqbal,” ucap Alang sendirian. Setidaknya,
Alang bisa bercerita pada mereka apa yang dia ketahui tentang siput
“Iqbal pergi ke Belawan untuk tugas homeschoolingnya,”
Kakak Lintang menyahut.
Homeschooling? Home
berarti rumah dan school berarti
sekolah. Sekolah di rumah? Pasti akan menyenangkan. Tidak ada guru yang
memberikan banyak pekerjaan rumah, lalu bisa bangun siang dan belajar di jam
yang kita suka saja. Nah, kalau ada tugas mate-matika misalnya, jika kita tidak
mengerti soalnya, lanjut saja ke halaman berikut atau tutup saja bukunya, Alang
membuat kesimpulan sendiri.
“Apa
yang akan Iqbal lakukan disana?”
“Belajar.”
Huh?
Maksudnya Iqbal membawa buku pelajarannya dan belajar di Belawan? Alang masih
tidak mengerti. Sudah tiga bulan Iqbal tidak masuk sekolah dan memilih
homeschooling. Iqbal kan bukan anak yang bodoh. Nilai pelajarannya selalu baik
dan dia juga tidak pernah tinggal kelas.
Kenapa Iqbal memilih homeschooling ya?
“Ayah
juga akan ke Belawan siang nanti.”
“Benarkah?”
“Rumah
Yuda di Belawan kan, Kak?” Tanya Alang bersemangat.
Alang
langsung berlari mencari Ayah. Pasti menyenangkan jika dia bisa ikut Ayah ke
Belawan. Setidaknya bertamu ke rumah Yuda. Sepupunya yang pindah ke Belawan
setahun lalu. Menurut Ayah, Belawan
terletak di kota Medan, Sumatera Utara. Belawan terkenal dengan lautnya yang
luas. Juga ada pelabuhannya dan kapal-kapal besarnya.
“Yah,
Ayah akan pergi ke Belawan ya? Alang ikut ya,” pintanya saat menemukan Ayah.
Ayah
mengangguk. Yay! Alang boleh ikut. Akhirnya dia mempunyai kesempatan untuk
menunjukkan siput-siputnya. Tidak pada Iqbal. Tapi pada Yuda juga tidak
masalah, pikir Alang berbangga.
“Alang
tahu, Yuda dan Iqbal akan bertamasya ke hutan bakau hari ini.”
“Benarkah?”
“Ayah
Yuda yang memberitahu. Iqbal akan belajar tentang laut dan hutan bakau.
Lagipula, bukankah Iqbal dan Yuda berteman? Iqbal juga akan menginap di rumah
Yuda,” terang Ayah.
Astaga!
Kenapa Alang bisa lupa ya?
“Jadi
kita akan bertemu Iqbal di rumah Yuda?” tanya Alang tak sabaran. “Apakah kita
akan menginap juga?”
“Kalau
Alang mau,” jawab Ayah, tersenyum.
Alang
mengangguk cepat. Dia langsung mempersiapkan perlengkapan menginap, botol
minuman dan lainnya. Dia juga tak lupa memindahkan siput-siputnya ke dalam
sebuah kotak plastik yang berlubang agar siput-siputnya tak kehabisan oksigen. Dia
mulai membayangkan apa yang dilakukannya dengan Iqbal dan Yuda. Dua teman baik
yang dulu sering bermain bersamanya. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan
mereka dan hari ini beruntung sekali bisa betemu mereka berdua sekaligus.
Permainan
apa yang akan mereka mainkan ya?
Saat
dalam perjalanan ke rumah Yuda, Alang bertanya tentang banyak hal. Dan Ayah
menjawabnya dengan baik. Saat Ayah tidak bisa menjawab pertanyaan Alang, Ayah
akan meminta waktu, berjanji akan menjawabnya nanti. Berlaku sebaliknya. Jika
Alang tidak bisa menjawab, Ayah akan menjelaskannya atau kadang-kadang itu akan
menjadi tugas Alang. Lalu, Alang, seringnya ditemani Mak atau Kak Lintang, akan
pergi ke perpustakaann kota, membaca buku untuk mencari tahu jawabnya.
“Apa
yang Ayah lakukan ke Belawan?” tiba-tiba saja Alang penasaran. Alang ke Belawan
untuk bertemu Yuda dan Iqbal. Lalu Ayah?
“Ayah
hanya ingin membeli dodol.”
Hah?
Jauh sekali membeli dodol di Belawan. Bukannya dodol dijual di pasar ya?
“Dodol
bakau.”
Hah?
Apa pula itu? Ayah hendak menjelaskan tapi Alang sudah menguap. Mengantuk.
Perjalanan ke Belawan jauh sekali rupanya.
No comments:
Post a Comment