Monday, September 30, 2019

Mengedepankan Literasi Untuk Mencegah Generasi Alergi Buku

Pernahkah kamu menemukan seseorang yang alergi pada buku? Sedihnya, saya pernah menemukan orang-orang tersebut. Alergi tersebut tidak bersifat medis seperti muncul bentol atau gatal di sekujur tubuh tapi lebih berupa pola pikir yang merasa bahwa buku itu bukan hal penting.

Hal yang pernah saya dengar sendiri:
“Ngapain beli buku? Mahal. Uangnya beli pulsa aja,” komentar seorang siswa yang masih berseragam sekolah.


“Jangan beli buku itu. Beli yang ini aja,” komentar seorang ibu di sebuah toko buku, menolak permintaan anaknya dan menunjuk sebuah mainan.

Ada banyak lagi sebenarnya komentar seperti itu. Tapi dua contoh di atas saya alami sendiri.  Saat itu saya rasanya ingin berceramah panjang. Duh… 

Apa kita seharusnya mengeluh? Saya menggeleng.

Mengeluh bukan bagian dari solusi.

Ketika kita menggalakkan literasi di lingkungan keluarga dan sosial, mari bercerita sebentar, sudahkah kita membaca buku hari ini? Kemampuan literasi sejatinya adalah praktek panjang yang membutuhkan konsistensi dan dukungan dari berbagai pihak. Keluarga dan masyarakat mempunyai peranan penting dalam hal ini. Dan saat berhenti mengeluh dengan rendahnya daya baca anak-anak di lingkungan kita, sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan.

Kita hanya harus melihat untuk siapa kegiataan literasi ini ditujukan.


:::Literasi Untuk Anak:::

Ketika membicarakan kemampuan literasi anak, bagi saya pilar utama untuk mengasah kemampuan ini adalah orangtua. Anak meniru orangtua. Jadi, sebagai role model mereka, kita harus membiasakan literasi di rumah. Orangtua dapat memulainya dengan membacakan anak buku cerita setiap hari sebagai kegiatan parental bonding sejak usia ini. Kegiataan membaca ini buku ini bisa dibiasakan seperti 30 menit membaca setelah bangun tidur misalnya. Orangtua bisa menyediakan perpustakaan mini di rumah sehingga anak mempunyai cukup bacaan dan dapat memilih apa yang mereka sukai untuk dibaca. Sebab, jenis buku bacaan juga berpengaruh pada usia anak. Memaksa anak membaca buku yang tidak sesuai kemampuan mereka berpotensi membuat anak “alergi” pada buku.

Menjadikan membaca sebagai kegiataan wajib yang menyenangkan adalah penting. Terdengar sepele, tapi saat mereka mulai besar, perbedaan anak yang masa kecilnya membaca buku dengan yang tidak membaca akan terlihat sangat jelas. Anak yang terbiasa dengan buku akan lebih mudah memahami informasi tertentu, termasuk akan terbiasa membaca teks panjang dan maknanya. Sementara anak yang tidak terbiasa dengan buku akan mudah terkena sakit kepala dadakan saat bertemu dengan bacaan yang terdiri dari kalimat panjang.
Dokumentasi Pribadi: Contoh perpustakaan di rumah.
(Sejujurnya ini hanya dari dari tiga rak buku yang ada. Melihat rak buku rapi kadang merupakan keajaiban.)

Belum ada perpustakaan di rumah? Tidak masalah, ada banyak perpustakaan umum dan rumah baca yang bukunya bisa dipinjam gratis. Oh iya, untuk membiasakan literasi di anak-anak sebagai pembaca muda, saya juga mulai membiasakan kegiatan THR buku. Jadi, ketika orang lain memberikan amplob berisi uang saat hari raya misalnya, saya memilih memberikan buku. Kegiatan ini bisa dilakukan pada perayaan agama apapun. Info lengkapnya klik disini. Oh, saya juga mulai membiasakan diri untuk membeli buku sebagai kado :)


Dokumentasi Pribadi: Ruangan Buku Anak di Perpustakaan Nasional RI.
Ruangan yang nyaman dengan aneka koleksi buku buat betah baca :)


:::Literasi Untuk Dewasa:::
Saat kita membicarakan peran keluarga dan lingkungan dalam kegiatan literasi, kita juga harus berbicara tentang kemampuan literasi orangtua. Saat ini dimana literasi digital adalah hal yang umum, sebuah penilitian tentang kemampuan literasi di Indonesia justru menunjukkan fakta yang menyedihkan. Riset yang dilakukan oleh New York University & Pricenton University, dirangkum oleh tirto.id, memaparkan bahwa angka penyebaran hoax justru paling tinggi di kategori usia tertua. Dan, tentu kita tahu, tingginya tingkat hoax disebabkan oleh rendahnya kemampuan literasi kita untuk menyaring informasi yang benar atau bohongan.

Ketika kita membimbing anak untuk meningkatkan minat baca, kemampuan berpikir dan berkarakter yang baik, sebagai orangtua kita juga sebaiknya meningkatkan kemampuan kita juga. Sebab, pola pikir orangtua mempengaruhi pola asuh dan pola pikir anak. Tagar kerennya, saring sebelum sharing.




:::Literasi Oleh dan Untuk Masyarakat:::

Saat ini  saya melihat banyak teman-teman yang melakukan berbagai upaya untukmeningkatkan kemampuan berliterasi di lingkungan mereka. Kebetulan saya satu diantara para relawan itu. Saya mendirikan rumah baca (proses awalnya klik di sini) dan melihat bagaimana taman baca berpartisipasi dalam membantu anak-anak menyukai buku. Untuk kamu yang tertarik, berikut ini adalah beberapa informasi yang bisa dilakukan komunitas dan masyarakat untuk mengambil peran dalam memajukan literasi:


1. Mendirikan Rumah Baca
Selama saya menjalankan taman baca, ada banyak hal yang menurut saya menarik. Salah satu diantaranya adalah minat baca itu menular. Di taman baca yang saya kelolah, saya melihat sendiri, anak yang selesai membaca satu buku akan dengan bangganya pamer pada temannya tentang buku yang dia baca. Lalu, temannya tersebut “merasa tertantang” dan menceritakan buku yang dia baca juga. Lalu, mereka saling bertukar informasi buku apa yang menurut mereka menarik. Menurut saya ini menarik. Sebab, saat anak-anak sudah menyukai buku, orang dewasa boleh bernapas lega sebagai fasilitator.
Berikut pengalaman saya dalam menjalankan rumah baca:
Dokumentasi Pribadi: Saya melibatkan anak-anak untuk menjaga taman bacanya. Foto ini saat salah seorang dari mereka menyortir buku per kategori dan membuat catatannya. Hal ini membuat mereka mempunyai perasaan memiliki terhadap taman bacanya dan lebih senang menghabiskan waktu di sini.

Dokumentasi Pribadi: Biasanya tiga anak ini selalu datang bersamaan. Mereka juga paling sering pamer sudah baca buku apa. Lihatkan, anak yang suka membaca menularkan hobinya pada temannya.

Dokumentasi Pribadi: Sepulang mengaji, mereka singgah, sekedar untuk membaca buku. Melihat mereka menyempatkan diri untuk singgah, saya tahu, mereka menyukai tempat ini. Oh, kebetulan saya sedang pegang hape jadi mereka minta foto :)


2. Menggelar Lapak Baca.
Saya sering melihat mahasiswa melakukan kegiataan ini dan saya mengapresiasi sekali. Mereka biasanya menggelar tikar atas duduk lalu buku-buku di taman kota dan pengunjung dapat membaca di tempat itu. Saya pernah mengadakan kegiatan serupa. Minus kegiatan ini adalah durasi baca yang singkat. Jadi, untuk novel tebal, banyak orang yang tidak menyelesaikan dalam sekali baca. Tapi, untuk buku anak yang cenderung tipis, kegiataan ini membantu anak mendapatkan variasi bacaan. Saat juga pernah membacakan salah satu buku tersebut kepada pengunjung anak-anak dan betapa menyenangkan melihat mereka duduk dan mendengarkan, sambil sesekali bertanya.


3. Pembuatan Big Book
Medan pernah mengadakan kegiatan pelatihan pembuatan big book dan sejujurnya, bahkan sebagai orang dewasa, saya menyukai big book. Ukuran bukunya yang besar dan bergambar penuh warna sangat menyenangkan untuk dibaca. Pelatihan pembuatan big book dan berbagai festival literasi lainnya sejauh ini terbukti meningkatkan minat baca!

Apalagi yang bisa kita lakukan? Banyak. Saya tahu kamu kreatif untuk memikirkan solusi untuk membantu mereka yang “alergi buku” ini. Sederhananya, jika seorang anak belum bisa membaca, mengajar mereka adalah tugas kita agar mereka mencintai literasi. Jika mereka sudah bisa membaca, menyediakan bacaan menarik adalah hal penting agar mereka tidak bosan dengan bacaan berulang yang sudah mereka baca ratusan kali. Yuk, membaca. Literasi mengasah hati untuk lebih berempati.

Dokumentasi Pribadi: Coba tebak kenapa ada buku diantara tempat petikan sayur?

Kelak, saat kamu menemukan seseorang yang alergi buku, coba rangkul dan lakukan hal yang kamu bisa untuk membantunya sembuh. Ketika seorang anak terbiasa berliterasi, kemampuan berpikirnya akan meningkat. Kelak, kita akan tersenyum melihat mereka berinovasi untuk Indonesia lebih baik. Saya percaya bahwa jika setiap anak mempunyai mimpi, harapan dan jiwa optimis, saya yang berjuang di masa ini akan melihat hal yang mengagumkan di masa depan. Menciptakan sumber daya manusia adalah pekerjaan terus menerus.

#SahabatKeluarga #LiterasiKeluarga



2 comments:

  1. Hariani4:32 AM

    Biasanya saya beli buku sebulan sekali tapi lebih sering beli kuota. Itu termasuk alergi buku gak kak?

    ReplyDelete
  2. Bagus isinya, Kak.

    ReplyDelete