Pernahkah kamu menemukan seseorang yang
alergi pada buku? Sedihnya, saya pernah menemukan orang-orang tersebut. Alergi
tersebut tidak bersifat medis seperti muncul bentol atau gatal di sekujur tubuh
tapi lebih berupa pola pikir yang merasa bahwa buku itu bukan hal penting.
Hal yang pernah saya dengar sendiri:
“Ngapain beli buku? Mahal. Uangnya beli pulsa aja,” komentar seorang siswa yang masih berseragam sekolah.
“Jangan beli buku itu. Beli yang ini aja,” komentar seorang ibu di sebuah toko buku, menolak permintaan anaknya dan menunjuk sebuah mainan.
Ada banyak lagi sebenarnya komentar
seperti itu. Tapi dua contoh di atas saya alami sendiri. Saat itu saya rasanya ingin berceramah
panjang. Duh…
Apa kita seharusnya mengeluh? Saya
menggeleng.
Mengeluh bukan bagian dari solusi.
Ketika kita menggalakkan literasi di
lingkungan keluarga dan sosial, mari bercerita sebentar, sudahkah kita membaca
buku hari ini? Kemampuan literasi sejatinya adalah praktek panjang yang
membutuhkan konsistensi dan dukungan dari berbagai pihak. Keluarga dan
masyarakat mempunyai peranan penting dalam hal ini. Dan saat berhenti mengeluh
dengan rendahnya daya baca anak-anak di lingkungan kita, sebenarnya ada banyak
hal yang bisa kita lakukan.
Kita hanya harus melihat untuk siapa
kegiataan literasi ini ditujukan.
:::Literasi Untuk Anak:::
Ketika membicarakan kemampuan literasi
anak, bagi saya pilar utama untuk mengasah kemampuan ini adalah orangtua. Anak
meniru orangtua. Jadi, sebagai role model mereka, kita harus membiasakan
literasi di rumah. Orangtua dapat memulainya dengan membacakan anak buku cerita
setiap hari sebagai kegiatan parental bonding sejak usia ini. Kegiataan membaca
ini buku ini bisa dibiasakan seperti 30 menit membaca setelah bangun tidur
misalnya. Orangtua bisa menyediakan perpustakaan mini di rumah sehingga anak
mempunyai cukup bacaan dan dapat memilih apa yang mereka sukai untuk dibaca.
Sebab, jenis buku bacaan juga berpengaruh pada usia anak. Memaksa anak membaca
buku yang tidak sesuai kemampuan mereka berpotensi membuat anak “alergi” pada buku.
Menjadikan membaca sebagai kegiataan
wajib yang menyenangkan adalah penting. Terdengar sepele, tapi saat mereka
mulai besar, perbedaan anak yang masa kecilnya membaca buku dengan yang tidak
membaca akan terlihat sangat jelas. Anak yang terbiasa dengan buku akan lebih
mudah memahami informasi tertentu, termasuk akan terbiasa membaca teks panjang
dan maknanya. Sementara anak yang tidak terbiasa dengan buku akan mudah terkena
sakit kepala dadakan saat bertemu dengan bacaan yang terdiri dari kalimat
panjang.
Dokumentasi Pribadi: Contoh perpustakaan di rumah. (Sejujurnya ini hanya dari dari tiga rak buku yang ada. Melihat rak buku rapi kadang merupakan keajaiban.) |
Belum ada perpustakaan di rumah? Tidak
masalah, ada banyak perpustakaan umum dan rumah baca yang bukunya bisa dipinjam
gratis. Oh iya, untuk membiasakan literasi di anak-anak sebagai pembaca muda, saya
juga mulai membiasakan kegiatan THR buku. Jadi, ketika orang lain memberikan
amplob berisi uang saat hari raya misalnya, saya memilih memberikan buku.
Kegiatan ini bisa dilakukan pada perayaan agama apapun. Info lengkapnya klik disini. Oh, saya juga mulai membiasakan diri untuk membeli buku sebagai kado :)
Dokumentasi Pribadi: Ruangan Buku Anak di Perpustakaan Nasional RI. Ruangan yang nyaman dengan aneka koleksi buku buat betah baca :) |
:::Literasi Untuk Dewasa:::
Saat kita membicarakan peran keluarga
dan lingkungan dalam kegiatan literasi, kita juga harus berbicara tentang
kemampuan literasi orangtua. Saat ini dimana literasi digital adalah hal yang
umum, sebuah penilitian tentang kemampuan literasi di Indonesia justru
menunjukkan fakta yang menyedihkan. Riset yang dilakukan oleh New York University & Pricenton University, dirangkum oleh tirto.id, memaparkan bahwa angka penyebaran hoax justru paling tinggi di kategori usia tertua. Dan, tentu kita
tahu, tingginya tingkat hoax disebabkan oleh rendahnya kemampuan literasi kita
untuk menyaring informasi yang benar atau bohongan.
Ketika kita membimbing anak untuk
meningkatkan minat baca, kemampuan berpikir dan berkarakter yang baik, sebagai
orangtua kita juga sebaiknya meningkatkan kemampuan kita juga. Sebab, pola
pikir orangtua mempengaruhi pola asuh dan pola pikir anak. Tagar kerennya,
saring sebelum sharing.
:::Literasi Oleh dan Untuk Masyarakat:::
Saat ini saya melihat banyak teman-teman yang melakukan
berbagai upaya untukmeningkatkan kemampuan berliterasi di lingkungan mereka.
Kebetulan saya satu diantara para relawan itu. Saya mendirikan rumah baca
(proses awalnya klik di sini) dan melihat bagaimana taman baca berpartisipasi
dalam membantu anak-anak menyukai buku. Untuk kamu yang tertarik, berikut ini
adalah beberapa informasi yang bisa dilakukan komunitas dan masyarakat untuk mengambil
peran dalam memajukan literasi:
1. Mendirikan
Rumah Baca
Selama saya menjalankan taman baca, ada
banyak hal yang menurut saya menarik. Salah satu diantaranya adalah minat baca
itu menular. Di taman baca yang saya kelolah, saya melihat sendiri, anak yang
selesai membaca satu buku akan dengan bangganya pamer pada temannya tentang
buku yang dia baca. Lalu, temannya tersebut “merasa tertantang” dan
menceritakan buku yang dia baca juga. Lalu, mereka saling bertukar informasi buku
apa yang menurut mereka menarik. Menurut saya ini menarik. Sebab, saat
anak-anak sudah menyukai buku, orang dewasa boleh bernapas lega sebagai
fasilitator.
Berikut pengalaman saya dalam
menjalankan rumah baca:
2. Menggelar Lapak Baca.
Dokumentasi Pribadi: Biasanya tiga anak ini selalu datang bersamaan. Mereka juga paling sering pamer sudah baca buku apa. Lihatkan, anak yang suka membaca menularkan hobinya pada temannya. |
2. Menggelar Lapak Baca.
Saya sering melihat mahasiswa melakukan
kegiataan ini dan saya mengapresiasi sekali. Mereka biasanya menggelar tikar
atas duduk lalu buku-buku di taman kota dan pengunjung dapat membaca di tempat
itu. Saya pernah mengadakan kegiatan serupa. Minus kegiatan ini adalah durasi
baca yang singkat. Jadi, untuk novel tebal, banyak orang yang tidak
menyelesaikan dalam sekali baca. Tapi, untuk buku anak yang cenderung tipis,
kegiataan ini membantu anak mendapatkan variasi bacaan. Saat juga pernah
membacakan salah satu buku tersebut kepada pengunjung anak-anak dan betapa
menyenangkan melihat mereka duduk dan mendengarkan, sambil sesekali bertanya.
3. Pembuatan
Big Book
Medan pernah mengadakan kegiatan
pelatihan pembuatan big book dan sejujurnya, bahkan sebagai orang dewasa, saya
menyukai big book. Ukuran bukunya yang besar dan bergambar penuh warna sangat
menyenangkan untuk dibaca. Pelatihan pembuatan big book dan berbagai festival
literasi lainnya sejauh ini terbukti meningkatkan minat baca!
Apalagi yang bisa kita lakukan? Banyak. Saya tahu kamu kreatif untuk memikirkan
solusi untuk membantu mereka yang “alergi buku” ini. Sederhananya, jika seorang
anak belum bisa membaca, mengajar mereka adalah tugas kita agar mereka
mencintai literasi. Jika mereka sudah bisa membaca, menyediakan bacaan menarik
adalah hal penting agar mereka tidak bosan dengan bacaan berulang yang sudah
mereka baca ratusan kali. Yuk, membaca. Literasi mengasah hati untuk lebih
berempati.
Dokumentasi Pribadi: Coba tebak kenapa ada buku diantara tempat petikan sayur? |
Kelak, saat kamu menemukan seseorang yang alergi buku, coba rangkul dan lakukan hal yang kamu bisa untuk membantunya sembuh. Ketika seorang anak terbiasa berliterasi, kemampuan berpikirnya akan meningkat. Kelak, kita akan tersenyum melihat mereka berinovasi untuk Indonesia lebih baik. Saya percaya bahwa jika setiap anak mempunyai mimpi, harapan dan jiwa optimis, saya yang berjuang di masa ini akan melihat hal yang mengagumkan di masa depan. Menciptakan sumber daya manusia adalah pekerjaan terus menerus.
#SahabatKeluarga #LiterasiKeluarga
Biasanya saya beli buku sebulan sekali tapi lebih sering beli kuota. Itu termasuk alergi buku gak kak?
ReplyDeleteBagus isinya, Kak.
ReplyDelete