Masyarakat pesisir
terkenal dengan pola hidup yang berputar pada kehidupan nelayan dan laut. Tak
dapat dipungkiri, di banyak lokasi pesisir, yang otomatis berada sangat dekat
dengan laut, menjadi nelayan adalah pekerjaan mayoritas penduduk. Mengajarkan kemampuan
dasar melaut menjadi kesenangan sendiri bagi orangtua yang menjadi nelayan.
Laut tak pernah menolak siapapun, katanya. Maka, ketika generasi muda tidak
mempunyai keterampilan lain, mengikuti jejak generasi sebelumnya adalah opsi
yang mereka pilih. Tapi, benarkah itu pilihan? Apa yang terlintas di benak
orang-orang ketika mendengar kata pesisir? Sedihnya, gambaran lain tentang
masyarakat pesisir adalah kemiskian.
Kemiskinan adalah momok
banyak orang. Kesenjangan sosial terlihat jelas antara mereka dengan kemampuan
ekonomi yang berbeda di perkotaan. Hal yang sama terjadi di masyarakat pesisir.
Bedanya, kemiskian adalah hal yang kental sekali dalam kehidupan mereka.
Sebagai pengunjung, orang-orang mungkin sesekali melihat rumah dengan tiang
yang miring, kayu yang reyot dengan jejak serangga pemakan kayu hingga
anak-anak yang berlarian tanpa alas kaki. Tapi, sebagai penduduk, pemandangan
itu adalah kehidupan keseharian mereka.
Masyarakat yang umumnya
melaut bergantung sepenuhnya pada hasil lautan. Sosok ayah sebagai nelayan
menghabiskan waktu di lautan. Saat hasil tangkapan melimpah, pendapatan
membaik. Saat laut sedang tak bersahabat, perekonomian juga melambat. Sosok ibu
yang harus mengatur kehidupan ekonomi serba terbatas seringnya turut bekerja
untuk membantu perekonomian keluarga. Lalu, tanpa kehadiran orangtua di rumah,
anak-anak lebih senang bermain. Tanpa sadar, mereka akan mengikuti jejak
orangtuanya dan generasi berputar pada lingkaran yang sama.
Kehidupan ekonomi
mereka mungkin menjadi penyebab utama. Pendapatan tak tetap masyarakat pesisir menjadikan
kehidupan tidak memiliki kepastian. Ketidakpastian materil membuat orangtua tak
berani menyekolahkan anaknya hingga tingkat atas. Tidak ada uang sekolah dan
serangkaian dana pendidikan lain menjadi alasan. Pekerjaan mayoritas lain bagi
masyarakat pesisir adalah pekerja pabrik dan kerja serabutan lainnya dengan
tingkat pendapatan yang tak jauh berbeda.
Sampai kapan pola ini
berlanjut? Terdengar seperti retorika tapi ini adalah masalah sosial yang
harusnya menjadi perhatian kita. Orang-orang lupa bahwa keterbatasan bukanlah
pilihan. Mereka yang terbiasa dengan kemiskian tidak akan menganggap bahwa hal
tersebut dapat diubah. Zona nyaman ini terlihat seperti masalah ringan.
Sedihnya, ketika dikaji, apa yang masyarakat anggap hal biasa ini menjadi
penyebab masalah lain. Terciptanya lingkungan kumuh adalah salah satu
contohnya.
Masyarakat pesisir,
yang belum mendapat pendidikan tentang konsep pencemaran lingkungan misalnya,
akan ringan tangan membuang sampah di laut atau lingkungan sekitar mereka. Satu
sampah kecil ini awalnya tidak terlihat. Akan tetapi, semakin banyak yang abai,
sampah ini akan semakin menggunung. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Masyarakat
dengan keterbatasan ekonomi biasanya tidak mempunyai tempat sampah di rumahnya,
tidak terpikir untuk mengumpulkan sampah tersebut di satu tempat, atau mungkin
tidak punya waktu untuk sekedar membuat sampah pada tempatnya. Alhasil, sampah
yang berserakan menambah kesan suram lingkungan tersebut.
Masyarakat miskin,
pendidikan yang buruk, lingkungan yang kumuh menjadi sepaket stereotype yang
menjadi kenyataan tanpa inisiasi untuk mengubahnya. Mengkaji lebih jauh, hal-hal
tersebut tersebut berpotensi pada meningkatnya angka kriminalitas, masalah
kesehatan yang serius dan menurunnya kualitas hidup. Pola ini seperti belenggu
dan hanya bisa berubah ketika orang-orang sadar bahwa kita harus bergerak
bersama, merubah pola pikir kita, bahwa keterbatasan bukanlah pilihan.
Di tempat aku juga kayak gini kak. Bapaknya nelayan, anaknya juga.
ReplyDeleteMemang banyak terjadi, Kak. Saya juga tidak mempermasalahkannya. Kan kita butuh ikan. Yang jadi concern saya itu, harusnya kita lebih fokus pada pendidikan dan lingkungan. Jadi kondisi anaknya lebih baik daripada orangtua. Semisal jadi nelayan milenial yang bisa ngecek dimana banyak ikan pakai radar :D
ReplyDelete