Wah,
kemana semua orang? Saat ke luar kamar, setelah memakai baju, Alang tidak
melihat Iqbal lagi di ruang tamu. Jangan-jangan mereka pergi berenang atau
melakukan hal lainnya, meninggalkan Alang sendirian, saat Alang sedang mandi
tadi? Lagi? Bahkan Ayah dan orangtua Yuda juga tidak terlihat. Ruang tamu
tampak kosong. Hanya terlihat buku-buku yang tadi dibaca oleh Iqbal untuk tugas
homeschooling-nya.
“Yuda?”
Alang berteriak memanggil Yuda.
“Bang
Yuda ada di belakang, Bang” jawab Nissa, adik Yuda yang masih kelas 2 SD.
Alang
berlari ke belakang rumah Yuda. Takut ketinggalan kegiataan mereka. Tapi, eh, Alang
hanya melihat Yuda dan Alang dengan tumpukan botol yang pungut selama perjalanan
pulang setelah bersampan ria kemarin.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Alang penasaran.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Alang penasaran.
“Membersihkannya,”
Iqbal yang menjawab.
“Untuk
apa?”
“Aku
juga tidak tahu.”
Saat
bersampan ria kemarin, mereka harus memunguti setiap botol kemasan yang
mengapung di laut. Tugas dari Paman Zaki. Mungkin saja karena Paman Zaki tidak
suka melihat sampah yang berserakan dan lautan menjadi kotor, pikir Alang saat
itu. Tapi apa gerangan fungsinya membersihkannya sekarang? Botol itu tidak
mungkin dipakai kembali untuk menyimpan minuman. Jelas tidak sehat.
“Sudah
selesai?”
Mereka
menggeleng. Ada banyak botol yang harus dicuci bersih.
“Untuk
apa, Paman?”
“Rahasia.”
Alang
malas sekali mengerjakannya. Apalagi Paman main rahasia segala. Tapi, Iqbal dan
Alang mengerjakannya dengan serius. Tidak protes. Jadi, Alang pun
mengerjakannya juga. Ayah selalu bilang, jika seorang teman sedang sibuk
mengerjakan sesuatu, teman yang baik akan menawarkan bantuan, membantu temannya
tanpa menggerutu. Membantu teman adalah perbuatan baik.
“Iqbal,”
saat Alang membersihkan botol-botol itu, Alang teringat tentang homeschooling
Iqbal, “Apakah homeschooling itu menyenangkan?” tanya Alang.
Iqbal
mengangguk.
“Tapi
belajar di mana saja?”
“Dunia
ini adalah ruang kelas kami,” jawab Iqbal.
“Tapi,
kamu tidak harus membuka buku saat liburan, kan?” Alang masih tidak terima.
“Kamu bahkan harus membuka buku pada hari minggu seperti ini. Seperti tadi pagi
misalnya.”
“Tidak,
kami juga mempunyai hari libur. Tadi pagi aku hanya mengerjakan PR-ku sebelum
aku lupa,” jawab Iqbal.
“PR
apa?” tanya Iqbal. Bukannya mereka hanya belajar apa yang mereka suka ya? Ada
PR juga?
“Kamu
belum membaca buku di atas meja?” Yuda yang menjawab. Tangannya tetap bekerja,
masih sibuk membersihkan botol-botol. “Ayo, cepat selesaikan tugas dari Paman.
Jadi, kita bisa membaca cerita yang Iqbal tulis.”
Ada
banyak botol yang sudah dibersihkan dan tinggal sedikit botol kotor yang
tersisa. Tapi itu bukan masalah. Mereka ada bertiga. Pekerjaan itu selesai
dengan cepat. Setelah membersihkan botol-botol itu, mereka menjemurnya di bawah
matahari agar kering.
“Cerita
apa?” tanya Alang penasaran. Dia tidak pernah membuat cerita sendiri sebagai
tugas sekolah. Paling-paling hanya menceritakan ulang kisah tertentu. Kisah Meriam
Puntung misalnya. Kisah seorang pangeran yang berubah menjadi meriam untuk mempertahankan
istana. Saat perang tersebut, meriam yang panas karena menembak terus menerus
akhirnya pecah menjadi dua bagian. Ujung meriam yang merupakan bagian satu
melayang dan jatuh di suatu tempat yang Alang lupa apa nama tempatnya. Dan bagian
lainnya tersimpan pada ruangan kayu kecil di sisi kanan Istana Maimun. Ikon
wisata kota Medan.
“Wow!” Alang menatap Iqbal takjub. Alang
membaca cerita yang ditulis oleh Iqbal. Cerita itu berjudul Arus Kosa.
“Ceritanya belum selesai, Lang,” jawab Iqbal
sedikit tersipu mendapat pujian dari Alang.
“Kalau
begitu, ayo, kita selesaikan.”
Setelah
membaca awalan cerita itu, mereka mendiskusikan bagaimana setiap bagian akan dibuat.
Mereka berdebat bahwa karakter Kai sebaiknya seperti itu dan karakter Gabu
sebaiknya seperti ini. Lalu mereka tertawa membahas tentang cerita itu. Sampai
akhirnya, mereka sepakat pada jalan cerita yang sama.
No comments:
Post a Comment