Alang
mengucek mata saat Ayah membangunkannya. Mereka sudah tiba di rumah Yuda. Ayah benar. Alang menyukai rumah Yuda yang baru. Rumahnya tidak besar
tapi halaman belakangnya sangat luas. Seluas lautan dan itu tidak mengada-ada.
Halaman belakang rumah Yuda memang laut! Alang mengamati laut. Seberapa dalam lautnya? Di dekat rumah
Yuga juga ada jembatan kayu dan
sebuah sampan yang terikat. “Ada sampannya juga,” ucap Alang
senang.
Saat
Ayah mengetuk pintu rumah Yuda, Alang masih asyik memperhatikan laut. Air itu berwarna kehijauan dan dasarnya tidak kelihatan.
Angin berhembus dingin membuat Alang betah. Alang membuka tas, mengambil
cokelat dan memakannya sambil memperhatikan ikan-ikan kecil yang berenang di
permukaan. Ikan itu hanya sebesar satu ruas jari tapi jumlah mereka ada
ratusan.
“Oya sampah,” Alang melihat sekeliling mencari tempat sampah. Tidak terlihat. “Hmm,” Alang bergumam dan membuang bungkus cokelatnya ke laut.
“Oya sampah,” Alang melihat sekeliling mencari tempat sampah. Tidak terlihat. “Hmm,” Alang bergumam dan membuang bungkus cokelatnya ke laut.
“Hey,” tegur Dian melihat Alang membuang sampah ke laut.
“Jangan buang sampah ke laut, Lang!”
“Apa salahnya? Laut kan bukan punyamu!” Alang kesal. Apa
sih mau Yuda, bukannya
menyambutnya, kok malah marah? Sungut Alang. Padahal kan mereka
sudah lama tidak bertemu. Bertanya apa kabar lebih dulu misalnya. Lagipula,
lihatlah, laut itu begitu luas. Menambah satu sampah pasti tak masalah.
“Ayo, siapa yang mau jalan-jalan?” Sebelum sempat Yuda
marah, Paman Zaki datang dan menegur mereka.
Yuda menghela napas. Dia mengambil galah
yang tersimpan di dekat situ dan meraih sampah yang Alang buang di laut. Untung saja sampahnya belum hanyut jauh. Jadi
mudah meraihnya. Yuda memungut sampah itu dan membuangkan ke tempah sampah.
Lho, ternyata rumah Yuda mempunyai tempat sampah. Alang saja yang abai
melihatnya!
“Ayo,
sekarang kita jalan-jalan,” ajak Yuda. Yuda berjalan menuju sampan. Dia tidak marah lagi.
Yuda teringat janjinya pada untuk
menjemput
Iqbal dan menemani Alang
jalan-jalan menggunakan sampan dan melihat
laut Belawan. Paman Zaki yang akan menemani mereka.
Ayah Alang juga sudah mengangguk memberi persetujuan. Tentu saja Alang tidak
akan menolak.
Setelah mereka menaiki sampan itu satu persatu, Paman
Zaki mulai mendayung sampannya. Sampan itu mulai bergoyang karena ombak. Jika
tak seimbang, sampan akan terbalik dan mereka akan terjatuh. Oleh karena itu,
Paman Zaki menyuruh Alang dan Yuda untuk tidak terlalu banyak bergerak.
Setelah
beberapa menit mendayung, Paman Zaki menawarkan Alang mencobanya, “Alang mau
mencoba mendayung?”
Alang
mengangguk. Kelihatannya mudah.
Alang
memegang dayung yang diberikan oleh Paman Zaki dan mulai mendayung mengikuti
petunjuk yang Paman Zaki berikan. Dayung itu terbuat dari kayu. Mula-mula mudah
melakukannya tapi setela lima-enam kali mendayung, berat dayungnya mulai
terasa.
Yuda
tertawa, “Yang semangat mendayungnya.”
Setelah
lima belas kali mendayung atau lebih, Alang menyerah. Ternyata susah juga.
Alang mulai keringatan dan kehabisan tenaga. Bagaimana bisa ya Paman Zaki
mendayung dengan santai?
Yuda
juga pernah belajar mendayung. Jadi, tentu saja, dia tahu bagaimana teknik
mendayung yang benar. Sebelumnya Paman juga pernah mengajari Yuda bagaimana
cara mengemudikan boat bermesin. Instruksi Paman sederhana. Mudah diikuti.
Sekali dua kali, Yuda membuat kesalahan, tidak mengemudikan sampan dengan lurus
atau tanpa sengaja berbelok ke arah lain tapi Paman dengan tangkas memberi petunjuk.
Laut juga luas sekali dan waktu itu hanya ada beberapa sampan di area mereka.
Jaraknya juga cukup jauh jadi Yuda tidak menabrak siapapun.
“Masih
mau mendayung?” Paman Zaki bertanya melihat keringat Alang bercucuran.
Paman
Zaki hanya tersenyum, mengambil dayung itu dan mulai mendayung lagi. “Lihat, ada bangau yang sedang mencari ikan kecil,” ucap
Paman menunjuk bangau yang sedang makan tak jauh dari mereka. “Laut sangat
murah hati. Ada bangau putih yang sedang menangkap ikan-ikan kecil, ada
monyet-monyet di pepohonan, dan para nelayan yang juga mencari ikan. Kepiting
juga ada. Kepiting yang hidup di hutan bakau juga rasanya lebih manis,” terang Paman saat mereka melewati pohon-pohon bakau.
Sepanjang perjalanan mereka melihat hutan bakau yang
tumbuh subur.
“Mau
menjelajah lebih jauh lagi?” tanya Paman Zaki.
Alang
dan Yuda mengangguk.
“Ayo,
kita jemput Iqbal dulu,” ucap Paman Zaki.
Hah?
Alang terkejut. Apa ya yang mereka temukan? Cek di sini!
***
Daftar isi keseluruhan cerita:
No comments:
Post a Comment