Adalah mimpi yang muluk untuk mengubah
sebuah negeri dengan sepenggal mantra alakadabra ketika negeri ini mempunyai
banyak persoalan yang nyata. Sebuah negeri? Kata itu harusnya diprasakan
menjadi lebih sederhana. Di negeriku, ketika membicarakan sebuah negeri,
orang-orang akan mengambil definisi terdekat yang mereka pahami: Negeri adalah sebuah
tatanan sistem berkeraturan yang saling terpaut nan penuh celah untuk dirusak.
Pun sama, cinta orang-orang di negeriku untuk negeri kian terkikis. Begitu juga
aku. Rasa cinta dan nasionalisme itu menguap perlahan, sebelum—mungkin akan hilang selamanya dan
menjadi apatis. Sebelum perasaan itu hilang dengan sempurna, izinkan aku
membuat beberapa catatan ini. Catatan ‘nyeleneh’, terkhusus untuk diriku
sendiri.
Catatan 1:
Aku
terlahir di negeri nun jauh. Setiap daerah di negeriku terpisah dan setiap
orang merasa bahwa mereka berbeda. Perbedaan itu indah adalah dongeng kedua
yang aku dengar sebelum tidur. Tapi, kadang perbedaan itu membuat aku dan
pemuda generasiku menjadi tinggi hati. Kami merasa menjadi sekelompok orang
yang lebih baik. Sekolompok lainnya yang kehilangan keyakinan diri akan menjadi
minder dan merasa tak layak untuk berjalan berdampingan dengan kelompok lain
yang terlihat lebih baik. “Begitulah sebuah perbedaan. Tugas kita hanya
melihatnya saja,” dalih seorang pemuda dari generasi di negeriku yang nun jauh
itu ketika melihat bahwa perbedaan menciptakan kesenjangan.