Tuesday, May 21, 2019

Masalah Nomor Satu Untuk Menciptakan Generasi Baru


Perubahan adalah hal pasti yang akan selalu manusia temui. Perabadan pun berlaku sama, ia terus berubah mengikuti perkembangan manusia itu sendiri. Banyak hal yang sudah kita lakukan untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik mulai dari penemuan aneka benda dan teknologi untuk mempermudah kehidupan manusia hingga perubahan sistem dan aturan untuk menciptakan kehidupan sosial yang adil dan setara. Banyak dari kita yang berpikir bahwa perubahan pada peradaban yang terus kita lakoni selama ini selalu membawa hasil yang baik. Tapi, selayaknya manusia, kita selalu berperan ganda sebagai pencipta dan penghancur perabadan.

Kita merubah tatanan sistem untuk memecahkan masalah. Di lain pihak, masalah itu tetap terjadi dan semakin meluas memasuki ranah lainnya. Kemiskinan masih menjadi masalah utama di banyak negara, lalu menjalar pada tingkat pendidikan yang rendah hingga perbudakan bergaya modern.

Kemiskinan dikambinghitamkan sebagai akar dari banyak masalah yang dihadapi masyarakat saat ini. Kita menyalahkan taraf hidup yang rendah sebagai sumber kriminalitas. Lalu, kemiskian pula yang disalahkan untuk masalah kelaparan dan taraf kehidupan dan pekerjaan yang tidak layak. Negara ini adalah negara kaya yang mampu memberi subdisi untuk masyarakatnya. Pemerintah memberikan subdisi bantuan dasar mulai dari kebuhan pangan dan keuangan untuk lapisan masyarakat yang dalam acuan tertentu disebut sebagai masyarakat miskin. Hal yang selalu menjadi kontroversi dalam hal ini adalah benarkah hal ini tepat guna?

Hidup tanpa adanya kemiskian adalah utopia. Tapi ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Saya lahir di lingkungan keluarga miskin yang selalu menjadi prioritas dalam proses pembagian subdisi tersebut. Puluhan tahun terakhir, ketika para pemimpin menjual janji aneka subsidi untuk membantu rakyat, kehidupan masyarakat miskin yang mendapat bantuan tersebut tidak berubah banyak. Kasarnya, mereka bahkan tidak mengalami peningkatan taraf hidup sama sekali. Bantuan tersebut hanya bersifat sementara.

Alangkah baiknya, jika jumlah dana spektakuler tersebut dialihkan untuk hal lain seperti perbaikan pendidikan, memperbanyak taman baca, pembuatan sarana publik yang bermanfaat, mempermudah bantuan dana untuk kelompok usaha dan penelitian. Menurut saya, akar dari semua masalah adalah pendidikan. Teknologi berkembang pesat dan terus berubah menyesuaikan zaman. Generasi berubah. Lingkungan dan iklim juga tidak kalah eksis mengikuti perubahan tersebut. Tapi, pendidikan kita masih berpijak pada pedoman era terdahulu.

Di era millennial, dimana informasi berada di ujung jari dan pemuda masa depan yang kita impikan sebagai pemimpin negeri lebih kencanduan pada gawai, saatnya sekolah berinovasi. Sekolah harus berhenti menjadi mimpi buruk untuk siswanya. Para pengajar harus berhenti mendikte para pelajar untuk mengikuti apa yang kita anggap baik bagi mereka –dengan duduk, mendengarkan guru, mencatat isi buku dan tulis di papan tulis seperti metode yang sama seratus tahun lalu, lalu pulang dengan setumpuk pekerjaan rumah dengan dalih para pengajar agar para siswa tersebut tidak mempunyai waktu untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai etika dan moral.

Pendidikan kita harus mengikuti zaman, mengajarkan skill yang dapat diaplikasikan pada kehidupan. Kemampuan bertahan hidup dan menempatkan diri dalam masyarakat adalah pilar penting yang harusnya kita ajarkan pada mereka. Mencecoki mereka dengan pendapat kita, memaksa, menggunakan kekekerasan fisik dan mental adalah cara purba yang harusnya sudah musnah sejak dulu. Pengajar harus menjadi teman, menjual diri lebih baik dan menjadi lebih menarik dan informatif daripada gawai dan segala berita yang bertebaran di dalamnya.

Kita tidak memerlukan resolusi dan serangkaian uji coba untuk diterapkan para para siswa jika pengajarnya masih menggunakan sistem yang sama. Pengajar adalah pilar pendidikan yang utama, dan pelajaran harusnya bersifat informatif dan factual. Merujuk kamus kekinian yang generasi millennial gunakan, saatnya move on dari buku kuning nan berdebu yang isinya sudah tidak sesuai dengan era digital ini.

Pengasahan kemampuan dan moral para pelajar harus menjadi fokus utama pendidikan. Apa masalah yang sebenarnya kita hadapi? Ketahanan pangan adalah masalah mudah jika kita serius bertindak. Ada banyak metode penanaman tamanan minim lahan yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan ketahanan pangan negara. Rakyat hanya perlu pendidikan dan pelatihan bagaimana cara pengaplikasikannya. Dan negara bertugas melindungi harga pasaran lokal. Nutrisi akan terpenuhi dengan sendirinya saat harga pangan di pasaran stabil dalam angka yang mampu dibeli masyarakat tiap kalangan.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mendorong kesempatan belajar bisa diraih untuk semua orang. Sudahkah kita menyebar informasi secara merata? Dalam banyak kasus, program pemerintah tidak terpublikasi dengan baik. Seperti teori gunung es, publikasi tiap program hanya menyentuh beberapa kalangan saja sementara masyarakat yang tidak tahu menahu jauh lebih banyak. Adalah sukses besar bagi sebuah negara jika negara tersebut mampu menyebarkan informasi yang bermanfaat sebanyak jangkauan berita hoax yang bertebaran di lini masa.

Membenci perubahan adalah kebodohan yang fatal. Dunia berubah, generasi berubah, cara tiap individu berinteraksi juga berubah. Kehadiran media dan retail online juga mengubah banyak hal dalam pertumbuhan ekonomi kita. Uniknya, kita semua setara di depan sebuah gawai. Perempuan dan laki-laki berperan sama, yang membedakan adalah bagaimana individu tersebut mengambil kesempatan. Sebagian generasi tua mungkin masih buta teknologi. Tapi, kita berinvestasi untuk masa depan, dimana fakta tak terelakkan menyatakan bahwa gawai sudah menjadi bagian dari keseharian.

Generasi ini membutuhkan arahan bagaimana memfungsikan teknologi yang mereka pegang saat ini untuk mendukung pekerjaan mereka dan mempromosikan industrilisasi. Ketatnya persaingan di dunia digital juga pasti akan memaksa tiap individu untuk menciptakan inovasi baru yang lebih menarik minat pasar. Tugas yang kita emban saat ini adalah sebagai penunjuk jalan. Lagi-lagi, kita harus memperbaiki pendidikan itu sendiri.

Sanitasi lingkungan dan pemeliharan pendidikan juga berhubungan erat dengan pendidikan. Masyarakat kita masih banyak yang buta huruf. Mereka yang kreatif akan menulis slogan “Dilarang buang sampah disini,” dalam banyak versi. Lalu, individu buta huruf tersebut tetap membuang sampahnya. Tidak ada masalah yang selesai jika hanya diperdebatkan. Saya sendiri pernah mencoba pendekatan dengan menanam pohon di lokasi tempat pembuangan dadakan tersebut. Sejauh pengamatan saya, program tersebut berjalan baik. Adanya pohon-pohon disana mengubah niat individu untuk membuang sampah di tempat tersebut. Peraturan tentang larangan membuang sampah juga harusnya ditegakkan dengan baik. Sebab, negara yang berdiri tanpa sebuah peraturan yang ditegakkan hanya akan melihat kekacauan sebagai hasilnya.

Apa kesimpulan dari tulisan hari ini? Prioristaskan pendidikan yang tepat guna dan tepat masa.

Saatnya negara menjadi terbuka. Semakin banyak anak bangsa yang sadar akan masalah yang kita hadapi, semakin besar peluang kita untuk menyelesaikannya. Ketika sebuah negeri ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya, kita harusnya tidak menomorsatukan hal yang sifatnya sementara.

Kita semua berperan. Ayo ambil peran.

6 comments:

  1. Patricia9:16 PM

    Suka banget ama artikel ini. Panjang sih tapi enak dibaca.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tari Sn9:23 PM

      Terima kasih sudah membacanya, Kak. Dibanding postingan lain di blog ini, yang ini memang agak panjang sih hehe. Tapi poinnya sederhana: prioritaskan pendidikan.

      Delete
    2. Patricia9:27 PM

      Lho, lagi online ya, Mbak? Haha kalau baca postingan lain terasa bedanya. Ini lebih formal. Tapi, tetap keren kok, Mbak

      Delete
    3. Tari Sn9:29 PM

      Iya, lagi online, Kak. Lagi ada yang sedang yang saya tulis.

      Delete
    4. Patricia9:30 PM

      Semangat, Mbak. Saya tunggu tulisan berikutnya.

      Delete
    5. Tari Sn9:31 PM

      Hehehe Siap, Kak. Terima kasih.

      Delete