Pernah mendengar Kelas Inspirasi?
Saya pernah mengikuti Kelas Inspirasi sebagai inspirator. Pada kesempatan itu, tema yang dibawakan adalah pengenal profesi relawan kepada adik-adik di sekolah marginal. Ada beberapa relawan dari berbagai profesi yang turun ke lapagan, menyapa adik manis di sekolah mereka. Saya sendiri terdaftar dengan profesi penulis. Sekolah yang saya datangi terbilang cukup baik (dibandingkan tim lain yang mobilnya harus didorong untuk menyebrang jembatan kayu, lalu mogok dan drama lain) dan muridnya cukup ramai.
Sebagai penulis, saya membawa "oleh-oleh" kecil berupa buku untuk dibagikan kepada beberapa murid yang ada. Saya masuk di tiga kelas dengan setengah lusin buku. Saat di kelas, saya mengenalkan apa itu penulis, apa yang mereka tulis, sedikit cara menulis untuk kelas atas. Mereka responsif tapi lebih banyak siswa yang malu-malu. Menariknya, justru ketika di kelas rendah, yang menurut saya membawa materi ini masih sulit, saya justru merasa patut mengangkat topi hormat.
Alih-alih menjelaskan tentang profesi penulis, saya membaca lantang satu buku bergambar untuk murid kelas satu. Nah, saat jam mengajar akan berakhir (rotasi ke kelas berikutnya), saya bertanya pada adik-adik tersebut tentang apa yang saya baca dan mereka bisa menjawabnya. Dan, ketika saya meminta mereka menceritakan ulang kisahnya, duh mereka semangat kali. Respon mereka berbeda dengan kakak kelasnya :)
Satu bocah kecil. Tingginya bahkan tak sampai sepinggang saya. Imut dan mungil dengan suara yang seperti berbisik. Tapi, dia maju dari bangku duduknya dan bercerita, meski dengan wajah tersipu dan senyum lalu senyum lagi.
Senyumnya menular pada saya.
Alasan saya hormat padanya adalah keberanian itu. Berbicara di depan kelas (dan ini ada lebih dari lima orang yang bersedia) bukan hal mudah. Tapi, mereka berani. Di tubuh kecilnya tersimpan keberanian yang lebih besar. Saat saya menulis ini, saya bertanya, seberapa banyak keberanian yang saya punya?
Saya ingin bertanya pada orangtuanya. Bagaimana cara mengasuh bocah semanis itu? Mungkin, dia membaca buku di rumahnya. Mungkin orangtuanya membacakan buku padanya. Mungkin setelah membaca buku, orangtua dan anak itu berdiskusi tentang isi bacaan mereka. Membaca dan mengutarakan apa yang dibaca membantu otak untuk merunut kejadian.
Mengutarakan cerita secara lisan membutuhkan kemampuan berbicara yang baik. Dan sepaket keberanian. Atau mungkin, semakin besar kita, semakin sedikit keberanian kita? Kita mungkin terlalu sibuk memikirkan konsekuensi tindakan kita, bagaimana kalau kita gagal, apakah orang tertawa dan duh... sekian alasan lainnya. Kita mungkin lupa, hal pertamanya yang harus kita lakukan adalah mencobanya.
Satu yang saya sesalkan, saya hanya membawa setengah selusin buku, ketika saya harusnya membawa satu truk penuh lembar pengetahuan itu.
Dik, satu hari bersama kalian, seumur hidup saya terinspirasi. Jadilah penulis kelak. Ceritakan pada dunia mimpi kalian. Saat ini jadilah pembaca.
Serap semua pengetahuan dan jadilah bijaksana.
Saya juga pernah ngajar di Kelas Inspirasi jadi saya tahu gimana hebohnya pas hari H. Tapi seru sih 😂😂😂
ReplyDelete